Oleh: Alexandro Dimitri )*
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi simbol nyata kehadiran negara dalam menyiapkan generasi muda Indonesia yang sehat, kuat, dan cerdas. Di tahun pertama pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, program ini tidak hanya memastikan anak-anak sekolah mendapatkan asupan gizi seimbang, tetapi juga menggerakkan ekonomi rakyat melalui pemberdayaan petani, nelayan, dan pelaku UMKM di seluruh penjuru negeri. MBG bukan sekadar kebijakan populis, melainkan langkah strategis membangun fondasi generasi emas menuju Indonesia 2045.
Presiden Prabowo Subianto dalam berbagai kesempatan menegaskan bahwa MBG adalah investasi jangka panjang untuk masa depan bangsa. Ia menilai kualitas sumber daya manusia Indonesia sangat ditentukan oleh asupan gizi sejak dini. Karena itu, pemerintah mengambil langkah berani dengan menjadikan gizi sebagai prioritas utama yang disiapkan secara sistematis melalui kebijakan negara, bukan sekadar kegiatan seremonial atau bantuan sesaat. Pandangan ini mencerminkan keseriusan pemerintah dalam memutus rantai stunting, memperkuat ketahanan pangan, dan melahirkan generasi emas yang mampu bersaing secara global.
Kebijakan MBG juga diiringi dengan penataan sistem yang lebih akuntabel dan berbasis data. Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Sony Sonjaya, menyampaikan bahwa evaluasi terhadap data usulan dapur MBG dilakukan untuk memastikan program ini tepat sasaran dan berjalan efisien. Penyesuaian terhadap lebih dari seribu usulan dapur bukan dimaknai sebagai pengurangan komitmen, melainkan upaya untuk memastikan kualitas layanan tetap terjaga dan tidak ada pemborosan anggaran. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah bergerak tidak hanya cepat, tetapi juga akurat dalam memastikan setiap rupiah yang dialokasikan memberi manfaat maksimal bagi masyarakat.
Sejalan dengan itu, keberadaan MBG memberikan dampak ekonomi yang signifikan terhadap pelaku usaha kecil. Para pelaku UMKM kuliner lokal hingga petani dan peternak merasakan lonjakan permintaan bahan baku yang stabil. Rantai pasok baru terbentuk dan memberi kepastian pasar bagi produk-produk lokal. Program ini secara tidak langsung menciptakan siklus ekonomi yang sehat, di mana negara hadir sebagai agregator permintaan, sementara masyarakat menjadi subjek ekonomi yang diberdayakan. Dalam konteks ini, MBG telah melampaui perannya sebagai program sosial dan menjelma sebagai penggerak ekonomi rakyat.
Di sisi legislatif, anggota Komisi IX DPR RI, Indah Kurniawati, memberi pandangan bahwa langkah pemerintah ini perlu diapresiasi karena menyasar kebutuhan dasar rakyat dengan pendekatan yang menyeluruh. Program MBG dinilai mampu menjadikan sekolah tidak hanya sebagai tempat belajar, tetapi juga sebagai pusat intervensi kesehatan masyarakat yang efektif. Menurutnya, DPR akan terus mengawal agar program ini diperluas cakupannya tanpa mengurangi kualitas layanan, karena keberhasilan program ini akan menjadi parameter penting dalam mewujudkan visi Indonesia Emas 2045. Ia juga menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor agar MBG semakin kokoh sebagai kebijakan strategis nasional.
Penguatan narasi keberhasilan MBG juga terlihat dari respons positif publik. Banyak laporan media menyebutkan bahwa anak-anak sekolah mulai menunjukkan peningkatan konsentrasi belajar dan kehadiran sekolah setelah mendapatkan distribusi makanan bergizi secara rutin. Para orang tua merasa terbantu karena kebutuhan gizi anak kini ikut dipikul negara melalui skema program yang terukur dan berkelanjutan. Di lapangan, semangat gotong royong terlihat dari keterlibatan masyarakat lokal dalam pengelolaan dapur MBG, sehingga menciptakan rasa memiliki terhadap program ini.
Dalam pemberitaan terbaru, sejumlah daerah mencatat peningkatan partisipasi UMKM lokal hingga 30 persen sejak MBG berjalan. Para pelaku usaha mengaku lebih percaya diri mengembangkan produk mereka karena adanya kepastian permintaan dari dapur MBG. Hal ini menjadi bukti bahwa program sosial yang dirancang dengan pendekatan ekonomi mampu menciptakan efek berganda bagi kesejahteraan masyarakat secara luas. Pemerintah pusat terus menegaskan bahwa keberlanjutan program ini akan diiringi dengan inovasi teknologi, seperti digitalisasi pendataan dan pengawasan dapur agar transparansi tetap terjaga.
Setahun berjalan, MBG semakin menunjukkan bahwa visi besar pemerintah bukan sekadar memberikan bantuan, tetapi membentuk sistem yang menyehatkan rakyat sekaligus memperkuat fondasi ekonomi mikro. Ini adalah bentuk kehadiran negara yang menyentuh rakyat sampai ke level paling dasar: memastikan tidak ada anak Indonesia yang belajar dalam keadaan lapar dan tidak ada petani yang memproduksi tanpa pasar. Di tengah tantangan global dan dinamika ekonomi, program ini menjadi bukti bahwa komitmen negara terhadap rakyatnya masih sangat kuat.
Melihat capaian ini, publik patut optimistis bahwa MBG akan menjadi tonggak penting dalam perjalanan bangsa menuju kemandirian gizi dan kedaulatan pangan. Dengan sinergi antara pemerintah pusat, daerah, legislatif, serta masyarakat, program ini berpotensi menjadi model kebijakan sosial-ekonomi yang diakui dunia. Pemerintahan Prabowo-Gibran telah menunjukkan bahwa keberpihakan kepada rakyat bukan hanya melalui retorika, tetapi diwujudkan dengan kerja konkret dan terukur yang dampaknya dirasakan langsung oleh jutaan keluarga di seluruh Indonesia.
*) Penulis merupakan Pengamat Ekonomi
[edRW]