Pemerintah Ubah Paradigma Penanganan Penyelundupan dari Reaktif Menjadi Proaktif

Jakarta – Pemerintah Indonesia terus memperkuat komitmennya dalam memberantas praktik penyelundupan yang selama ini merugikan perekonomian nasional, mengancam industri dalam negeri, serta menciptakan ketimpangan dalam sistem perdagangan. Langkah terbaru yang kini tengah digencarkan adalah transformasi paradigma penanganan penyelundupan dari pendekatan reaktif menjadi pendekatan proaktif. Perubahan strategi ini mencerminkan respons atas dinamika ancaman penyelundupan yang semakin kompleks, terorganisir, dan melibatkan jaringan lintas batas yang canggih.

Selama bertahun-tahun, pendekatan reaktif dalam penindakan penyelundupan lebih menitikberatkan pada upaya penangkapan dan penyitaan barang setelah pelanggaran terjadi. Pemerintah menyadari bahwa model ini tidak cukup untuk mengimbangi pola kejahatan yang terus berinovasi, baik dari sisi metode operasional, pemanfaatan teknologi, hingga pergerakan ke wilayah-wilayah rawan yang sulit dijangkau oleh aparat pengawas.

Penggunaan teknologi informasi menjadi salah satu ujung tombak dalam strategi proaktif ini. Dengan sistem ini, potensi penyimpangan dapat diidentifikasi lebih awal, sehingga intervensi pencegahan dapat dilakukan secara tepat sasaran tanpa menunggu terjadinya pelanggaran nyata.

Kementerian Koordinator Bidang Politik, dan Keamanan (Kemenko Polkam) melalui Desk Pencegahan dan Pemberantasan Penyelundupan mencatatkan kinerja impresif sepanjang semester pertama tahun 2025. Dari Januari hingga Juni, negara berhasil diselamatkan dari potensi kerugian sebesar Rp125,9 miliar.

“Momentum keberhasilan operasional semester pertama Tahun 2025 ini menjadi dasar penguatan sinergi lintas Kementerian/Lembaga dalam penyelarasan dan evaluasi pelaksanaan kinerja,” kata Kepala Bidang Intelijen Keamanan Kemenko Polkam, Mada Indra Laksanta.

Jika sebelumnya pendekatannya bersifat reaktif atau menunggu kejadian, kini strategi yang dikembangkan bersifat proaktif, dengan penekanan pada pencegahan sebagai strategi inti.

“Pencegahan bukan sekadar pendekatan tambahan, melainkan strategi utama yang mengubah paradigma penanganan penyelundupan dari reaktif menjadi proaktif,” tegas Mada.

Selain penguatan teknologi, pemerintah juga meningkatkan sinergi antarinstansi, baik di tingkat pusat maupun daerah. Kolaborasi antara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, TNI, Polri, Kementerian Perhubungan, dan pemerintah daerah diperkuat dalam bentuk operasi gabungan, pertukaran data intelijen, serta penyamaan prosedur pengawasan.

Anggota Deputi Operasi dan Latihan Bakamla, David mengumumkan rencana patroli gabungan selama 55 hari yang akan dimulai pada 28 Juli 2025. Patroli ini tidak hanya bertujuan mengawasi perairan dan titik-titik penyelundupan strategis, tetapi juga akan menyertakan kegiatan sosialisasi kepada masyarakat pesisir dan para pelaku logistik.

“Pengawasan penting, tetapi edukasi dan sosialisasi juga kunci. Kami tidak hanya ingin menangkap pelaku, tapi mencegah lahirnya pelaku baru,” ujar David.

*

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top