Oleh : Wiliam Pratama )*
Bantuan sosial (bansos) yang disalurkan oleh pemerintah merupakan bentuk nyata kepedulian negara terhadap masyarakat yang terdampak situasi ekonomi. Di tengah tekanan daya beli akibat fluktuasi harga kebutuhan pokok, bansos menjadi instrumen penting untuk menjaga stabilitas sosial, membantu keluarga kurang mampu memenuhi kebutuhan dasar, serta menjadi penguat daya tahan rumah tangga. Namun di balik niat baik itu, terdapat tantangan serius: penyalahgunaan bansos untuk praktik Judi Daring yang merusak sendi ekonomi dan moral masyarakat.
Wakil Presiden RI, Gibran Rakabuming Raka, secara tegas mengingatkan masyarakat penerima Bantuan Subsidi Upah (BSU) agar tidak menyalahgunakan dana bantuan untuk aktivitas yang kontraproduktif. Dalam kunjungannya ke Kota Pekanbaru, Wapres meninjau langsung proses penyaluran BSU yang diberikan kepada pekerja sektor informal dan buruh terdampak ekonomi. Ia menekankan bahwa bansos ini bukan untuk dibelanjakan pada kegiatan spekulatif seperti Judi Daring, tetapi harus digunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok dan memperkuat ekonomi keluarga.
Peringatan Wapres Gibran bukan tanpa dasar. Praktik Judi Daring saat ini telah menjangkiti berbagai lapisan masyarakat, termasuk mereka yang berada dalam tekanan ekonomi. Dengan dalih “mencari keberuntungan,” sebagian masyarakat justru terjebak dalam pusaran hutang dan ketergantungan. Hal ini sangat ironis, karena dana yang disediakan negara sebagai penopang hidup justru berpotensi menjadi jalan kehancuran jika tidak digunakan secara bijak.
Hal senada juga ditegaskan oleh Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa. Saat menyalurkan bantuan sosial senilai Rp5,8 miliar di Kabupaten Gresik, ia mengingatkan masyarakat agar berhati-hati dalam menggunakan dana bantuan. Gubernur Khofifah menyoroti maraknya praktik Judi Daring yang bisa menyabotase manfaat dari bantuan sosial. Ia menyerukan agar bantuan benar-benar dijaga dan digunakan secara bertanggung jawab demi menunjang kehidupan sehari-hari dan kebutuhan yang lebih esensial.
Contoh penerima bantuan yang memanfaatkannya dengan bijak datang dari Muhammad Rizky, warga Tenayan Raya, Pekanbaru. Rizky mengaku menggunakan dana BSU untuk keperluan anak sekolah, membeli perlengkapan belajar, dan memenuhi kebutuhan rumah tangga. Ini merupakan praktik ideal dalam pemanfaatan bansos, yang semestinya dicontoh oleh seluruh penerima. Dana bantuan yang digunakan secara tepat tidak hanya memberikan manfaat langsung, tetapi juga membantu menjaga ketahanan sosial dalam lingkup keluarga.
Di sisi lain, pemerintah tidak hanya menyalurkan bantuan bersifat ekonomi, tetapi juga memberikan dukungan pendidikan kepada anak-anak dari keluarga miskin ekstrem melalui program Sekolah Rakyat. Dalam kunjungan kerjanya ke Rumbai, Wapres Gibran memastikan langsung fasilitas belajar, tempat tidur, dan makan bagi siswa yang menempuh pendidikan di sekolah tersebut. Seluruh fasilitas disediakan secara gratis, menjadi bentuk nyata komitmen negara dalam membuka akses pendidikan bermutu secara merata.
Upaya ini menjadi bukti bahwa negara tidak hanya hadir dalam bentuk dana, tetapi juga lewat program-program jangka panjang untuk memutus rantai kemiskinan. Namun, semua inisiatif tersebut akan kehilangan dampak jika masyarakat tidak memiliki kesadaran dan tanggung jawab moral dalam mengelola bantuan yang diberikan. Judi Daring bukan hanya tindakan ilegal, tetapi juga merusak psikologis, menghancurkan ekonomi keluarga, dan mengikis nilai-nilai produktivitas.
Tindakan preventif melalui edukasi literasi keuangan menjadi sangat penting dalam menghadapi ancaman ini. Pemerintah, lembaga pendidikan, tokoh masyarakat, dan media harus berperan aktif mengedukasi masyarakat agar dana bantuan digunakan untuk memperkuat fondasi ekonomi rumah tangga. Literasi ini mencakup cara mengelola uang, merencanakan pengeluaran, hingga menanamkan prinsip bahwa tidak ada keuntungan instan yang bisa menggantikan kerja keras dan perencanaan.
Selain itu, pengawasan terhadap penggunaan bansos juga perlu diperketat. Pemerintah pusat dan daerah bisa membangun sistem pemantauan berbasis komunitas untuk memastikan bantuan tepat sasaran dan tidak disalahgunakan. Di tingkat desa dan kelurahan, aparat bisa dilibatkan untuk memberikan edukasi berkala dan memfasilitasi pendampingan kepada penerima manfaat. Transparansi dan akuntabilitas perlu dijaga dengan pendekatan yang humanis, tanpa membuat masyarakat merasa diawasi secara represif.
Dalam jangka panjang, penegakan hukum terhadap penyedia platform Judi Daring juga harus menjadi prioritas. Masyarakat tidak boleh dibiarkan terpapar secara bebas oleh situs atau aplikasi judi. Dengan memutus akses digital terhadap jaringan perjudian serta memberikan hukuman tegas kepada pelaku, negara menunjukkan ketegasannya dalam melindungi warga dari jebakan ekonomi semu yang merusak.
Pada akhirnya, bansos adalah jaring pengaman sosial, bukan peluang untuk berjudi. Setiap rupiah yang diberikan negara kepada masyarakat harus dimaknai sebagai bentuk tanggung jawab bersama: negara menunaikan kewajibannya, masyarakat pun harus menjaga kepercayaan tersebut. Saat bansos digunakan untuk pendidikan anak, membeli sembako, atau membayar kebutuhan rumah tangga, di situlah manfaat nyata dari program ini akan terasa.
Sebaliknya, ketika bantuan sosial dibelanjakan untuk Judi Daring, maka bukan hanya bantuan yang hilang makna, tetapi juga masa depan yang ikut tergerus. Sudah saatnya seluruh pihak menyuarakan dengan lantang: bansos untuk hidup, bukan untuk Judi Daring.
*Penulis adalah Pegiat Anti Judi Daring
[edRW]