Kemiskinan Turun, Bukti Nyata Kerja Pemerintah Berbuah Hasil

Oleh : Zaki Walad )*

Presiden Prabowo Subianto mendapat apresiasi atas keberhasilan strateginya menurunkan angka kemiskinan nasional. Keberhasilan tersebut menjadi bukti nyata komitmen Pemerintah dalam menekan angka kemiskinan yang selama ini menjadi persoalan bersama.

Presiden Prabowo Subianto memasuki tahun pertama pemerintahannya dengan agenda besar: menurunkan kemiskinan secara signifikan dan menghapus kemiskinan ekstrem. Di tengah tantangan global, mulai dari fluktuasi harga pangan hingga dampak iklim terhadap ketahanan ekonomi masyarakat bawah, pencapaian ini patut diapresiasi. Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2025 menunjukkan jumlah penduduk miskin Indonesia kini berada di angka 23,85 juta jiwa atau 8,47 persen dari total populasi. Dibandingkan September 2024, ini berarti sekitar 210 ribu warga berhasil keluar dari jurang kemiskinan.

Angka ini bukan muncul begitu saja. Di baliknya terdapat orkestrasi kebijakan terukur yang digerakkan lintas kementerian dan dipimpin langsung oleh Presiden Prabowo. Menteri Sosial Saifullah Yusuf menyebut keberhasilan ini sebagai hasil nyata dari strategi nasional yang sistematis. Perbaikan data melalui Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2025 tentang Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional menjadi kunci awal. Kementerian Sosial (Kemensos) melakukan validasi langsung ke lapangan agar penyaluran bantuan benar-benar akurat dan tidak menyisakan keraguan publik.

Langkah selanjutnya adalah pengalihan sasaran bantuan sosial secara menyeluruh. Program Keluarga Harapan (PKH), bantuan sembako, hingga Penerima Bantuan Iuran (PBI) disaring agar tidak lagi menyasar masyarakat yang secara ekonomi sudah relatif stabil (desil 6–10). Fokus dialihkan ke kelompok miskin dan sangat miskin (desil 1–2), yang memang paling membutuhkan. Sebanyak 1,9 juta penerima PKH dan sembako dialihkan dari kelompok atas ke kelompok bawah. Tak hanya itu, 8,2 juta penerima PBI yang terdeteksi memiliki NIK tidak aktif juga dipindahkan agar lebih tepat sasaran.

Hasilnya konkret. Triwulan pertama 2025 mencatat lebih dari 15 juta keluarga miskin dari desil 1–4 menerima bantuan. Jumlah ini melonjak menjadi 16 juta pada triwulan berikutnya, menunjukkan peningkatan hampir 10 persen. Penerima ganda dari program bansos meningkat drastis hingga 31,8 persen, menandakan sistem distribusi semakin efisien.

Tak kalah penting, Kemensos menggalakkan sinergi antarlembaga sesuai amanat Inpres Nomor 8 Tahun 2025. Teknologi dimanfaatkan untuk mendukung sistem usul-sanggah yang memungkinkan masyarakat mengoreksi data mereka sendiri. Pendekatan ini bukan hanya soal efisiensi birokrasi, tetapi juga pemberdayaan warga sebagai subjek dalam sistem.

Namun, penyaluran bansos tidak dibiarkan liar. Kemensos menggandeng PPATK untuk memastikan tidak ada penerima yang terlibat dalam tindak kriminal seperti terorisme atau narkoba. Bank Indonesia turut diajak mengevaluasi rekening yang mencurigakan, seperti tidak aktif atau berisi saldo tidak wajar. Bahkan penerima bantuan lebih dari lima tahun turut dievaluasi, kecuali bagi kelompok sangat rentan seperti disabilitas dan lansia.

Gus Ipul menegaskan bahwa pemerintah tidak mengurangi bansos, melainkan mengalihkan hak tersebut ke masyarakat yang benar-benar membutuhkan. Ia menyebut bahwa Presiden Prabowo telah memperluas jangkauan dan nilai bantuan, seperti dalam program penebalan bansos yang digelontorkan pada Juni–Juli 2025 untuk 18,3 juta keluarga, masing-masing senilai Rp 400.000. Bahkan, bantuan beras tambahan juga disalurkan untuk menekan beban masyarakat saat harga pangan fluktuatif.

Namun, bantuan sosial tidak bisa menjadi jawaban tunggal. Di sinilah pentingnya pemberdayaan masyarakat sebagai pilar jangka panjang. Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Abdul Muhaimin Iskandar, menegaskan bahwa penurunan kemiskinan bukanlah garis akhir, melainkan pijakan awal untuk menciptakan masyarakat yang mandiri dan berdaya. Ia menggarisbawahi bahwa 210.000 warga yang keluar dari kemiskinan tidak boleh dibiarkan kembali terjatuh, melainkan harus difasilitasi agar dapat hidup layak dan produktif.

Cak Imin, sapaan akrab Menko PM, menjelaskan bahwa pihaknya tengah mengoordinasikan model-model pemberdayaan lintas kementerian dan lembaga agar dampak sosial ekonomi lebih terasa di tingkat akar rumput. Ini dilakukan dalam bingkai kebijakan nasional yang tertuang dalam Inpres 8/2025. Target besar telah ditetapkan: kemiskinan ekstrem 0 persen pada tahun 2026. Ini bukan sekadar cita-cita politis, tetapi komitmen struktural yang tengah diwujudkan tahap demi tahap.

Deputi Statistik Sosial BPS, Ateng Hartono, menilai tren ini sangat positif. Ia menyebut bahwa data kemiskinan yang dirilis pada Maret 2025 memperpanjang tren penurunan sejak 2023. Ini menunjukkan konsistensi dalam tata kelola perlindungan sosial. Meski demikian, ia mengingatkan bahwa ketimpangan antara desa dan kota masih menjadi pekerjaan rumah yang tidak bisa diabaikan.

Apa yang ditunjukkan pemerintah hari ini adalah cerminan dari tata kelola berbasis data, responsif terhadap dinamika masyarakat, dan konsisten dalam implementasi. Ketika banyak negara sedang mencari-cari cara keluar dari krisis sosial pasca pandemi, Indonesia di bawah Prabowo Subianto justru menunjukkan resiliensi dan arah pembangunan yang jelas.

Keberhasilan pemerintah dalam menurunkan angka kemiskinan di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto patut mendapat apresiasi tinggi. Strategi yang terencana, sinergi lintas sektor, serta keberanian dalam reformasi data dan distribusi bansos telah menunjukkan hasil. Ini adalah langkah awal menuju Indonesia yang lebih berkeadilan dan mandiri.

)* Penulis adalah kontributor Lingkar Khatulistiwa Institute

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top