Apresiasi Tindakan Tegas dan Terukur Aparat Keamanan dalam Memberantas OPM

Oleh: Alpius Kogoya )*

Stabilitas dan keamanan nasional merupakan fondasi utama dalam menjamin kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Di tengah berbagai tantangan yang dihadapi Indonesia, upaya menjaga integritas wilayah menjadi prioritas tak tergantikan. Salah satu upaya nyata dalam menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) kembali ditunjukkan oleh Aparat Keamanan melalui operasi penindakan terhadap kelompok separatis bersenjata Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang selama ini kerap meneror masyarakat di wilayah pegunungan tengah Papua.

Pada 22 dan 23 Juli 2025, Satuan Tugas Gabungan TNI melancarkan operasi militer di dua lokasi terpisah di Kabupaten Puncak, Papua Tengah, yakni di Kampung Kunga, Distrik Ilaga, dan di Kampung Gunalu, Distrik Onerik. Hasilnya, dua anggota OPM yang aktif melakukan aksi teror berhasil dilumpuhkan. Mereka adalah Lison Murib alias Limar Elas dan Alena Murib alias Alerid Murib—tokoh-tokoh yang selama ini dikenal sebagai dalang dari berbagai aksi kekerasan terhadap warga sipil maupun aparat keamanan.

Langkah tegas dan terukur yang diambil oleh aparat TNI ini patut mendapat apresiasi. Dalam menghadapi kelompok bersenjata yang telah merusak kedamaian, mengancam keselamatan rakyat, dan menggoyahkan kewibawaan negara, tindakan penegakan hukum yang cepat, tepat, dan profesional adalah keniscayaan. Operasi tersebut bukan semata-mata pengejaran dan penindakan, namun juga menunjukkan kapasitas dan kapabilitas TNI dalam menjaga teritorial, sesuai dengan kerangka hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, khususnya dalam konteks Operasi Militer Selain Perang (OMSP).

Kapuspen TNI, Mayjen TNI Kristomei Sianturi menegaskan bahwa operasi ini dilakukan secara profesional dan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Penegasan ini penting untuk membantah narasi-narasi sesat yang berupaya mendiskreditkan operasi keamanan di Papua. Justru sebaliknya, TNI telah menunjukkan komitmen tinggi dalam menegakkan hukum tanpa mengabaikan aspek kemanusiaan. Pendekatan teritorial yang humanis dan dialogis tetap menjadi strategi jangka panjang, sejalan dengan keinginan membangun Papua yang damai dan sejahtera.

Penangkapan dan pelumpuhan terhadap kedua anggota OPM itu juga membuka tabir aktivitas ilegal kelompok separatis di wilayah tersebut. Dari lokasi operasi, aparat berhasil mengamankan berbagai barang bukti mulai dari senjata tajam, amunisi, alat komunikasi, hingga dokumen penting dan uang tunai dalam jumlah signifikan. Temuan ini tidak hanya memperkuat dugaan keterlibatan kedua pelaku dalam jaringan terorisme lokal, tetapi juga mengindikasikan adanya praktik pemerasan terhadap masyarakat dan aparat pemerintah yang selama ini terpaksa menyumbang dana untuk menopang aksi-aksi separatis bersenjata.

Adanya bendera Bintang Kejora, cap stempel TPNPB, dan dokumen berisi permintaan dana juga menjadi sinyal kuat bahwa gerakan separatisme di Papua tidak hanya dilakukan dengan senjata, tetapi juga melalui perang simbol dan propaganda. Namun, semua itu tidak menyurutkan langkah aparat keamanan dalam menjalankan tugas negara. Di sisi lain, penindakan terhadap pelaku bersenjata justru harus dilihat sebagai bentuk perlindungan nyata terhadap masyarakat sipil Papua yang selama ini hidup dalam ketakutan akibat teror kelompok bersenjata.

Publik juga patut diberi pemahaman bahwa operasi TNI di Papua tidak berarti mengesampingkan pendekatan kemanusiaan. Mayjen Kristomei menekankan bahwa siapa pun dari kalangan separatis yang menyadari kekeliruannya dan ingin kembali ke pangkuan NKRI akan diterima dengan tangan terbuka. Inilah semangat rekonsiliasi yang perlu terus dikedepankan—yakni bahwa pembangunan Papua harus melibatkan semua pihak yang cinta damai dan berkomitmen pada persatuan bangsa.

Keberhasilan operasi ini sekaligus menjadi sinyal tegas bagi jaringan separatis lainnya bahwa negara tidak akan tinggal diam terhadap upaya perpecahan dan teror. Tindakan TNI tidak hanya memperlihatkan kapasitas taktis dalam mengamankan wilayah, tetapi juga menjadi simbol bahwa kedaulatan negara adalah harga mati. Setiap jengkal tanah Papua adalah bagian dari NKRI, dan tidak akan diserahkan kepada pihak mana pun yang berupaya merongrong integritas bangsa.

Lebih dari itu, pemerintah dan aparat keamanan perlu terus menjalin komunikasi dan kolaborasi yang erat dengan tokoh adat, pemuka agama, dan generasi muda Papua. Mereka adalah aset utama dalam membangun Papua secara berkelanjutan. Dengan memadukan pendekatan keamanan dan pembangunan, mimpi akan Papua yang damai, sejahtera, dan maju bisa diwujudkan secara nyata, bukan sekadar retorika.

Apresiasi patut disampaikan kepada seluruh prajurit yang telah menunjukkan profesionalisme dalam menjalankan tugas negara di medan yang penuh risiko. Perjuangan mereka bukan hanya melindungi teritorial, tetapi juga menegakkan rasa aman dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, tanpa terkecuali masyarakat Papua. Harapan ke depan, seluruh elemen bangsa dapat terus bersatu melawan segala bentuk separatisme dan mendukung upaya bersama dalam menjaga keutuhan NKRI dari Sabang sampai Merauke.

Dengan semangat Bhineka Tunggal Ika dan komitmen menjaga keutuhan bangsa, langkah tegas dan terukur aparat keamanan dalam menghadapi ancaman separatis seperti OPM harus dipandang sebagai upaya luhur dalam melindungi cita-cita bersama: Indonesia yang bersatu, damai, dan sejahtera untuk semua.

*Penulis merupakan Editor Politik dan Keamanan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top