Oleh: Wan GLH*)
Pancasila kembali menegaskan perannya sebagai kompas bangsa. Ia tidak hanya sekadar dasar negara, namun juga sebagai penuntun arah dalam merancang pembangunan yang inklusif, berkelanjutan, dan berkeadilan. Lebih dari itu, semangat Pancasila menjadi fondasi utama dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), mempererat persatuan dan kesatuan di tengah banyaknya keragaman, serta membentengi bangsa dari ancaman disintegrasi dan radikalisme.
Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Prof. Drs. K.H. Yudian Wahyudi, M.A., Ph.D., mengatakan bahwa dalam era perkembangan teknologi dan derasnya arus informasi yang tidak terbendung, kampus memiliki posisi strategis sebagai mitra utama dalam membumikan Pancasila kepada generasi muda khususnya para mahasiswa baru. Internalisasi nilai-nilai Pancasila melalui Tri Dharma Perguruan Tinggi menjadi salah satu jalan efektif untuk membentuk karakter bangsa yang tangguh, terutama di tengah tantangan ideologis yang dapat mengancam ketahanan nasional dan keutuhan dalam bernegara.
Sebagai bagian dari upaya sistematis tersebut, BPIP menggagas penggunaan Buku Teks Utama Pendidikan Pancasila untuk seluruh jenjang pendidikan sebagai langkah konkret dalam membangun karakter bangsa sejak dini. Paradigma pendidikan pun mengalami pergeseran penting, di mana Pendidikan Kewarganegaraan kini merupakan bagian dari Pendidikan Pancasila, bukan sebaliknya. Bersama Kementerian Pendidikan, Kementerian Agama, dan para pakar pendidikan, BPIP terus mendorong implementasi kurikulum yang menjadikan Pancasila sebagai dasar dalam membentuk generasi yang adaptif dan berdaya saing global, namun tetap berakar kuat pada nilai-nilai kebangsaan.
Semangat gotong royong dan kebersamaan dalam memperkuat ideologi negara juga tercermin dalam upaya legislatif di daerah. Ketua Panitia Khusus 2 DPRD Kota Bandung, Aa Abdul Rozak, mengatakan bahwa Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pembinaan Ideologi Pancasila dan Wawasan Kebangsaan telah mencapai tahap akhir pembahasan dan siap dibawa ke rapat paripurna. Ia menekankan pentingnya kehadiran peraturan ini dalam kehidupan sosial masyarakat agar tidak sekadar menjadi formalitas, tetapi benar-benar dirasakan manfaatnya dalam memperkuat semangat kebangsaan dan persatuan warga dalam hidup berdampingan Kota Bandung.
Lebih jauh, peraturan ini diharapkan menjadi jangkar nusantara, pemersatu warga dalam keberagaman, serta menciptakan kondusivitas di lingkungan perkotaan yang dinamis seperti Kota Bandung. Dengan demikian, pendekatan legislasi menjadi bagian dari strategi holistik dalam membina karakter bangsa, sejalan dengan semangat Pancasila sebagai ideologi terbuka yang mampu merespons dinamika perubahan zaman tanpa kehilangan jati diri.
Tantangan terhadap keutuhan NKRI di tingkat nasional tidak hanya berasal dari aspek ideologis, tetapi juga mencakup isu strategis seperti pertahanan wilayah, kohesi sosial, dan ancaman non-tradisional yang semakin kompleks. Deputi Bidang Koordinasi Pertahanan Negara dan Kesatuan Bangsa Kemenko Polkam, Mayjen TNI Purwito Hadi Wardhono, mengatakan bahwa pembangunan pertahanan negara harus didasarkan pada sinergi lintas sektor dan kolaborasi berbagai pihak. Kerangka kebijakan pertahanan yang adaptif dan berkelanjutan menjadi keharusan untuk menghadapi dinamika global dan regional yang terus menerus mengalami berubah.
Lebih lanjut, Purwito menjelaskan bahwa Kemenko Polkam turut mengawal pelaksanaan visi dan misi Presiden dalam Asta Cita, terutama poin pertama dan kedua yang menekankan pada penguatan ideologi Pancasila, demokrasi, hak asasi manusia, serta sistem pertahanan dan keamanan negara. Dalam konteks ini, ketahanan nasional tidak hanya menyangkut aspek militer, tetapi juga mencakup kemandirian pangan, energi, air, serta ekonomi kreatif yang berkelanjutan.
Pembangunan nasional yang berpijak pada semangat Pancasila juga mensyaratkan adanya pemahaman kolektif masyarakat tentang pentingnya solidaritas kebangsaan. Upaya menjaga kesatuan bangsa tidak cukup hanya melalui kebijakan normatif, tetapi juga diperlukan ketekunan dalam membangun kesadaran bersama, memperkuat komunikasi lintas sektoral, dan menanamkan semangat kebangsaan secara menyeluruh di setiap lini kehidupan masyarakat.
Seluruh upaya tersebut menunjukkan bahwa Pancasila berdenyut dalam kerja nyata berbagai pihak—baik di tingkat pusat maupun daerah. Pendidikan, legislasi, dan pertahanan nasional adalah tiga sektor kunci yang secara strategis memperlihatkan bagaimana Pancasila menjadi sumber nilai sekaligus alat navigasi dalam menata kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan menjadikan Pancasila sebagai fondasi bangsa Indonesia , maka arah pembangunan Indonesia akan terus menekankan nilai-nilai keadilan sosial, kemanusiaan, dan persatuan.
Kondisi globalisasi yang penuh tantangan ini, maka nilai-nilai Pancasila menjadi pagar ideologis sekaligus landasan etik dalam berinteraksi dengan dunia luar. Identitas kebangsaan yang kokoh menjadi benteng utama dalam menghadapi ancaman ideologis transnasional, ekstremisme, dan disintegrasi. Oleh karena itu, penting bagi seluruh komponen bangsa yang ada untuk terus membumikan Pancasila melalui berbagai kebijakan, pendidikan, dan perilaku keseharian.
Masyarakat Indonesia perlu memahami bahwa menjaga NKRI dan membangun negeri merupakan dua sisi dari satu mata uang. Tidak mungkin ada pembangunan yang berkelanjutan tanpa stabilitas dan persatuan nasional, demikian sebaliknya, tidak mungkin persatuan bangsa terjaga tanpa pemerataan pembangunan yang berkeadilan. Pancasila hadir sebagai kompas yang memastikan bahwa arah pembangunan Indonesia selalu berada dalam jalur yang menjunjung tinggi harkat dan martabat seluruh warganya.
Menjadikan Pancasila sebagai kompas bangsa bukan hanya tanggung jawab institusi negara, melainkan menjadi tugas kolektif seluruh rakyat Indonesia. Setiap individu memiliki peran untuk menanamkan nilai-nilai Pancasila dalam lingkungan terdekat dan hanya dengan cara inilah, Indonesia dapat terus melangkah maju sebagai bangsa yang berdaulat, adil, makmur, dan bersatu di tengah keragaman serta tidak tergantung pada siapapun.
*)Penulis merupakan Pengamat Sosial dan Kemasyarakatan